Kamis, 05 Juni 2014

strategi pembinaan akhlak anak sekolah dasar



Strategi Pembinaan Akhlak Murid Jenjang Pendidikan Dasar
Disusun Oleh:
Putri Yunisari (231324324)
Dini Tauhida (231324135)
Dosen Pembimbing:
Nidawati, M.Ag
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSALAM, BANDA ACEH


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Akhlak
Adapun pengertian akhlak dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan[2]. Kata akhlak walaupun diambil dari bahasa Arab (yang biasa diartikan tabiat, perangai, kebiasaan) namun kata seperti itu tidak diketemukan dalam Al-Qur'an, yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam Al-Qur'an surat Al-Qalam ayat 4 sebagai konsideran pengangkatan Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul[3].
Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabi’at. Sinonim kata akhlak adalah budi pekerti, tata krama, sopan santun, moral dan etika[4]. Sedangkan akhlak menurut terminologi sebagaimana di ungkapkan oleh Imam Al-Ghazali adalah sebagai berikut : akhlak adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seorang manusia yang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan sopan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila naluri tersebut melahirkan suatu tindakan dan kelakuan yang baik dan terpuji menurut akal dan agama, maka disebut budi pekerti yang baik. Namun sebaliknya bila melahirkan tindakan dan kelakuan yang jahat maka disebut budi pekerti yang buruk.
Yang dimaksud melahirkan tindakan dan kelakuan  ialah suatu yang dijelmakan anggota lahir manusia, misalnya tangan, mulut, demikian juga yang dilahirkan oleh anggota bathin yakni hati yang tidak dibuat-buat. Kalau kebiasaan yang tidak dibuat-buat itu baik disebut akhlak yang baik dan kalau kebiasaan yang buruk disebut akhlak yang buruk.
Jadi dapat kita simpulkan awal perbuatan yang itu lahir melalui kebiasaan yang mudah tanpa adanya pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu, contohnya jika seseorang memaksakan dirinya untuk mendermakan katanya / menahan amarahnya dengan terpaksa, maka orang yang semacam ini belum disebut dermawan / orang yang sabar. Seseorang yang memberikan pertolongan kepada orang lain belumlah dapat dikatakan ia seorang yang berakhlak baik
Apabila ia melakukan hal tersebut karena dorongan oleh hati yang tulus, akhlas, dari rasa kebaikannya / kasihannya sesama manusia maka ia dapat dikatakan berakhlak dan berbudi pekerti yang baik. Jadi akhlak adalah masalah kejiwaan, bukan masalah perbuatan, sedangkan yang tampak berupa perbuatan itu sudah tanda / gejala akhlak.
Sedangkan akhlak menurut Ibrahim Anis adalah sifat yang tertanam di dalam jiwa yang dengannya malahirkan macam-macam perbuatan baik / buruk tampa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Dan menurut Abdul Karim Zaidan akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatan baik / buruk untuk kemudian memilih melakukan / meninggalkannya.
Dari beberapa pengertian tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa akhlak / khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran / pertimbangan terlebih dahulu serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Di samping istilah akhlak juga dikenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Akhlak itu ada yang bersifat tabrat / alami, maksudnya bersifat fitrah sebagai pembawaan sejak lahir, misalnya sabar, penyayang, malu, sebagaimana di dalam hadist Abdil Qais disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw. berkata kepadaku “sesungguhnya pada diri kamu ada dua tabiat yang di sukai Allah”, Aku berkata “Apa yang dua itu ya Rasulullah?”, rasulullah saw. menjawab “Sabar dan malu”.
Kata akhlak dipakai untuk perbuatan terpuji dan perbuatan tercela. Oleh karena itu akhlak memerlukan batasan agar bisa dikatakan akhlak terpuji / akhlak tercela.
1. Pembagian Akhlak
Akhlak dibagi menjadi dua macam :
1.      Akhlakul Karimah
Akhlakul karimah adalah akhlak yang mulia atau terpuji. Akhlak yang baik itu dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula yaitu sesuai dengan ajaran Allah swt. dan rasul-rasulNya[5].
2.   Akhlakul Madzmumah
Akhlakul madzmumah adalah akhlah tercela / akhlak yang tidak terpuji. Akhlakul madzmumah (tercela) ialah akhlak yang lahir  dari sifat-sifat yang tidak sesuai dengan ajaran Allah swt. dan RasulNya[6].
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak
Anis Matta (2001: 25) menyebutkan secara garis besar yang mempengaruhi akhlak seseorang itu terbagi kepada dua, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Adapun faktor internal meliputi:
1.  Instink biologis, sebuah insting mendorng individu untuk memenuhi ketuhananya. Cara memenuhi kebutuhan itu bila berlangsung lama dan menetap akan menjadi akhlak.
2   Kebutuhan psikologis, kebutuhan-kebutuhan psikologis melahirkan perilaku yang berbeda. Jika perilaku yang ditimbulkannya itu berlangsung lama dan menetap maka itulah akhlak.
3.  Pikiran, akumulasi informasi akan untuk cara berfikir individu dan selanjutnya mempengaruhi cara berperilakunya.

Adapun secara eksternal, faktor yang mempengaruhi akhlak antara lain:
1.  Lingkungan keluarga, nilai-nilai yang berkembang dalam keluarga, kecenderungan-kecenderungan umum serta pola sikap kedua orang tua terhadap anak akan sangat mempengaruhi perilaku dalam semua tahapan.
2.  Lingkungan sosal, nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat serta dengan siapa individu bergaul akan mempengaruhi akhlaknya.
3.  Lingkungan pendidikan, institusi pendidikan akan mempengaruhi perilaku individu sesuai dengan nilai-nilai dan kecenderungan-kecenderungan yang berkembang dalam lingkungan tersebut serta berbagai usaha sadar secara langsung ataupun tidak untuk mengembangkan potensi individu.
B.  Pendidikan Akhlak
Menurut Ahmad D. Marimba: Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama[7]. Dalam bahasa Arab istilah pendidikan digunakan untuk berbagai pengertian, antara lain tarbiyah, tahzib, ta’lim, ta'dib, siyasat, mawa’izh, 'ada ta'awwud dan tadrib. Sedangkan untuk istilah tarbiyah, tahzib dan ta'dib sering diartikan pendidikan. Ta'lim diartikan pengajaran, siyasat diartikan siasat, pemerintahan, politik atau pengaturan. Muwa'izh diartikan pengajaran atau peringan. 'Ada ta'awwud diartikan pembiasaan dan tadrib diartikan pelatihan.
Jadi pendidikan akhlak adalah suatu kegiatan pendidikan yang disengaja untuk perilaku lahir dan batin manusia menuju arah tertentu yang dikehendaki.  Berakhlak mulia merupakan bagian dari tujuan pendidikan di Indonesia, tujuan tersebut membutuhkan perhatian besar berbagai pihak dalam rangka mewujudkan manusia berskill, kreatif, sehat jasmani dan rohani sekaligus berakhlak mulia. Inti dari pendidikan adalah pendidikan akhlak, sebab tidak ada artinya skill hebat jika tidak berakhlak mulia. Tidak ada artinya mempunyai generasi hebat, jenius, kreatif tetapi tidak berakhlak mulia.
Berdasarkan alasan tersebut penulis menganggap bahwa akhlak merupakan bagian terpenting dalam kehidupan ini. Kenapa penulis berasumsi demikian? Karena tanpa akhlak dunia akan hancur, dunia akan menjadi seperti neraka, dunia akan menjadi ladang pemuasan keinginan tak terkendali, baik kendali keagamaan, adat maupun moral. Jika harus memilih dua pilihan, pilihan pertama pemimpin berakhlak mulia, tetapi berpendidikan diploma, pilihan kedua pemimpin bergelar strata tiga/Doktor tetapi berakhlak buruk, suka berzina, korupsi dan perilaku jelek lainnya, pasti orang sehat akalnya akan memilih pemimpin berpendidikan diploma, daripada pemimpin bergelar Doktor/S.3 tetapi berakhlak buruk.

C.  Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan pendidikan akhlak menurut Omar Muhammad Al Thoumy Al- Syaibani “Tujuan tertinggi agama dan akhlak ialah menciptakan kebahagiaan dua kampung (dunia dan akherat), kesempurnaan jiwa bagi individu, dan menciptakan kebahagiaan, kemajuan, kekuatan dan keteguhan bagi masyarakat[8].
Tujuan pendidikan akhlak menurut M. Athiyah al Abrasyi “Tujuan pendidikan budi pekerti adalah membentuk manusia yang berakhlak (baik laki-laki maupun wanita) agar mempunyai kehendak yang kuat, perbuatan-perbuatan yang baik, meresapkan fadhilah (kedalam jiwanya) dengan meresapkan cinta kepada fadhilah (kedalam jiwanya) dengan perasaan cinta kepada fadhilah dan menjauhi kekejian (dengan keyakinan bahwa perbuatan itu benar-benar keji)[9].
Tujuan di atas selaras dengan tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/Th. 2003, bab II, Pasal 3 dinyatakan bahwa:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[10].

D.  Strategi Pembinaan Akhlak
Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu[11]. Tantangan yang dihadapi oleh para penggerak dunia pendidikan saat ini semakin banyak, salah satunya adalah perubahan atmosfer dunia pendidikan yang sebagian besar dipengaruhi oleh adanya perkembangan teknologi yang akan terus terjadi.
Selain memberi dampak yang baik bagi peningkatan kualitas pembelajaran ternyata perkembangan teknologi ini juga memberikan efek samping yang kurang baik bagi dunia pendidikan terutama jika menyangkut tentang penyalahgunaan yang terjadi di lingkungan peserta didik. Karenanya dalam menyampaikan pelajaran dan menjawab tantangan perkembangan teknologi yang terjadi, seorang tenaga pendidik haruslah aktif dalam mengikuti perkembangan tersebut dan memikirkan strategi pembelajaran yang baik untuk para peserta didik yang dimilikinya.
Strategi pembelajaran merupakan cara atau metode yang digunakan untuk melakukan pengajaran yang baik dan efektif. Dalam mendidik akhlak perlu sebuah sistem ataupun metode tepat agar proses internalisasi dapat berjalan dengan baik, lebih penting adalah anak mampu menerima konsep akhlak dengan baik serta mampu mewujudkan dalam kehidupan keseharian.

Menurut Abdurrahman an-Nahlawi metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qurani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode targhib dan tarhib. Berikut adalah beberapa metode yang bisa diterapkan dalam pendidikan akhlak:
a.    Metode dialog
Metode dialog adalah metode menggunakan tanya jawab, apakah pembiacaraan itu antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik pembicaraan tertentu. Metode dialog berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya[12].
Metode dialog atau Tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Atau suatu metode di dalam pendidikan dimana guru bertanya sedangkan murid menjawab tentang materi yang ingin diperolehnya[13].
Rasulullah saw. menggunakan metode dialog dalam mendidik/mengajar sahabatnya. Dialog ada yang diawali dengan pertanyaan sahabat kepada Nabi dan adapula yang di awali dengan pertanyaan Rasulullah kepada sahabat.
Metode dialog/tanya jawab/hiwar ini baik digunakan dalam pembelajaran karena beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut adalah:
1.    Situasi kelas akan hidup karena anak-anak aktif berfikir dan menyampaikan buah pikirannya.
2.    Melatih anak agar berani mengungkapkan pendapatnya.
3.    Timbulnya perbedaan pendapat di antara anak didik akan menghangatkan proses diskusi.
4.    Mendorong murid lebih aktif dan bersungguh-sungguh, walau agak lambat, guru dapat mengontrol pemahaman atau pengertian murid pada masalah-masalah yang dibicarakan.
5.    Pertanyaan dapat membangkitkan anak menilai kebenaran sesuatu.
6.    Pertanyaan dapat menarik perhatian anak
7.    Pertanyaan dapat melatih anak untuk mengingat.
8.    Pertanyaan dapat memusatkan perhatian siswa.
9.    mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukan pendapatnya.

b.   Metode Kisah Qurani dan Nabawi
Dalam al-Quran banyak ditemui kisah menceritakan kejadian masa lalu, kisah mempunyai daya tarik tersendiri yang tujuannnya mendidik akhlak, kisah-kisah para Nabi dan Rasul sebagai pelajaran berharga. Termasuk kisah umat yang ingkar kepada Allah beserta akibatnya, kisah tentang orang taat dan balasan yang diterimanya. Seperti cerita Habil dan Qobil,
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, Aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya Aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya Aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, Maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian Itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim. Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi[14].
Selain itu kisah dalam al-Quran bertujuan mengkokohkan wahyu dan risalah para Nabi, kisah dalam al-Quran memberi informasi terhadap agama yang dibawa para Nabi berasal dari Allah, kisah dalam al-Quran mampu menghibur umat Islam yang sedang sedih atau tertimpa musibah.
Metode mendidik akhlak melalui kisah akan memberi kesempatan bagi anak untuk berfikir, merasakan, merenungi kisah tersebut, sehingga seolah ia ikut berperan dalam kisah tersebut. Adanya keterkaitan emosi anak terhadap kisah akan memberi peluang bagi anak untuk meniru tokoh-tokoh berakhlak baik, dan berusaha meninggalkan perilaku tokoh-tokoh berakhlak buruk.
Cerita mengusung dua unsur negatif dan unsur positif, adanya dua unsur tersebut akan memberi warna dalam diri anak jika tidak ada filter dari para orang tua dan pendidik. Metode mendidik akhlak melalui cerita/ kisah berperan dalam pembentukan akhlak, moral dan akal anak. Maka cerita/kisah dapat menjadi metode yang baik dalam rangka membentuk akhlak dan kepribadian anak.
Adapun untuk membina akhlak anak dengan metode bercerita maka sebelumnya perlu terlebih dahulu memperhatikan fungsi bercerita itu untuk apa (preventif, kuratif, depelopmental), akhlak yang menjadi sasaran pembinaan (wilayah akhlak,  induk akhlak terpuji, akar akhlak tercela), klasifikasi usia anak  untuk memilih sebuah cerita dengan memperhatikan jenis, panjang, tema, bahasa maka selanjutnya bercerita sebagai metode membina akhlak anak dimulai.
Cerita mempunyai kekuatan dan daya tarik tersendiri dalam menarik simpati anak, perasaannya aktif, hal ini memberi gambaran bahwa cerita disenangi orang, cerita dalam al-Quran bukan hanya sekedar memberi hiburan, tetapi untuk direnungi, karena cerita dalam al-Quran memberi pengajaran kepada manusia. Dapat dipahami bahwa cerita dapat melunakkan hati dan jiwa anak didik, cerita tidak hanya sekedar menghibur tetapi dapat juga menjadi nasehat, memberi pengaruh terhadap akhlak dan perilaku anak, dan terakhir kisah/ cerita merupakan sarana ampuh dalam pendidikan, terutama dalam pembentukan akhlak anak.
Marion Van Horne dalam bukunya Give Children Wings (Handayu, 2001: 133) membuat suatu kategori dalam membedakan jenis cerita anak-anak, sebagai berikut:
1.  Fantasi atau karangan khayal
2.  Realistic fiction atau cerita khayal yang mengandung unsur kenyataan
3.  Biografi  atau riwayat hidup
4.  Folk tales atau dongeng-dongeng rakyat
5.  Religious stories atau cerita-cerita agama.
Sedangkan Wimanjaya K. Liotohe dalam Petunjuk Praktis Mengarang Cerita Anak-anak, (Handayu, 2001: 133) melirik hakikat cerita itu sendiri, menggolongkan cerita anak-anak sebagai berikut:
1.  Cerita-cerita fiktif, didalamnya termasuk dongeng umum, fabel, sage, legenda dan mitos.
2.  Cerita-cerita denga tokoh hitam putih, dimana yang baik (protagonis) selalu menang atas yang jahat (antagonis).
3.  Jenis nonfiksi, termasuk biografi atau riwayat hidup, seperti kisah perjalanan, petualangan, riwayat hidup orang besar serta kejadian sehari-hari.
4.  Cerita-cerita informatif adalah cerita yang mengandung informasi atau unsur penerangan.
Ketika memilih cerita yang akan disampaikan kepada anak maka harus mempertimbangkan klasifikasi usia anak. Hal ini mengingat faktor usia akan mempengaruhi daya serap seorang anak.
a.    Usia 0-4 tahun
Pada saat ini anak masih egosentris, dalam arti bahwa semua berpusat pada dirinya. Maka cerita dipilih yang sederhana dan berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari yang baru terbatas pada lingkungan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, kakak, adik, kakek, dan nenek. Waktu bercerita pun cukup 8-10 menit, sehingga anak bisa berkonsentrasi penuh.

b.    Usia 4-8 tahun
Pada tarap ini anak senang akan peristiwa atau kata-kata yang mengandung cinta kasih atau belaian sayang. Ia senang pada benda yang terdapat di alam sekelilingnya. Senang menikmati bunyi atau irama yang balik berulang-ulang juga senang pada gambar. Pada masa ini anak senang bertanya “mengapa” dan “bagaimana”. Ia menyukai cerita jenaka dan heriok. Waktu bercerita bisa sekitar 30 menit.

c.    Usia 8-12 tahun
Pergaulan anak pada usia ini sudah lebih luas, maka ia tidak cukup bertanya “mengapa” dan “bagaimana” tetapi juga “dimana” dan “kapan” cerita itu berlangsung, karena itu cerita yang dipilih harus sudah tersusun rapi. Pada usia ini anak menyukai cerita yang berbau petualangan fantastis rasional.

Sebuah pertanyaan mungkin muncul, ada apa dengan bercerita sehingga dipilih sebagai metode untuk membantu perkembangan anak khususnya moral. Bila diperhatikan dengan jeli ternyata cerita dapat memberikan banyak hal bagi pendidikan anak, diantaranya adalah:
1.    Mengembangkan imajinasi dan fantasi anak.
2.    Mengasah kepekaan emosi anak dengan diajak menghayati dan merasakan berbagai perasaan yang dialami oleh tokoh dalam cerita.
3.    Memupuk minat baca anak karena anak akan melihat bahwa dalam buku itu ada sesuatu yang menarik.
4.    Meningkatkan kreativitas dan kekritisan anak dengan merangsang anak untuk berfikir serta memperhatikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anak mengenai cerita.
5.    Meningkatkan hubungan emosional antara anak dengan orang yang bercerita terutama orang tua karena ketika bercerita itu terjadi kontak batin, dan dampak positif paling penting dari kontak batin ini adalah orang tua merasa didengar dan diperhatikan dan anak merasa disayangi.
6.    Membina akhlak anak karena akan memperoleh contoh-contoh perilaku yang baik dan buruk serta akibat yang ditimbulkannya, sehingga dia bisa menentukan pilihan mana yang harus dia pergunakan dan mana yang harus dijauhi.
7.    Mengembangkan daya analisis anak karena ketika mendengarkan cerita itu anak menganalisis permasalahan dan juga menyerap nilai-nilai mengenai realitas kehidupan yang sebelumnya tidak mereka ketahui.
 Bercerita sebagai salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjalin komunikasi dalam pendidikan anak pada hakikatnya bukanlah bercerita untuk anak melainkan bercerita bersama anak. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari metode bercerita ini maka perlu memperhatikan hal-hal yang dapat menunjang antara lain:
1.      Memberikan potret yang jelas dan menarik dengan memperhatikan:  intonasi, ekspresi wajah, peniruan suara para tokoh, gerakan, bahasa yang mudah tapi cukup indah.
2.      Menciptakan suasana yang tenang dan akrab dan sesering mungkin melakukan kontak mata dan fisik, bahkan bila anak itu seorang bisa sambil didekap dan dibelai.
3.      Buat anak merasa terlibat dengan komunikasi timbal balik.
4.      Cerita tidak terlalu banyak nasihat sehingga menjemukan dan jangan mencoba menggurui dengan pemberian nasihat langsung.
5.      Memilih waktu yang tepat untuk bercerita.
6.      Perhatikan usia serta kondisi anak untuk menentukan jenis cerita dan lamanya bercerita.
7.      Mengatur tempat duduk sedekat mungkin bila penyimak itu kelompok.
8.      Gunakan media yang menarik untuk lebih menarik perhatian anak.
9.      Amati perkembangan reaksi anak sambil tetap mempertahankan kondisi menyenangkan. 
10.  Sebelum mengakhiri cerita ajak anak untuk mencoba menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita.
Hal yang tidak kalah penting adalah isi cerita yang akan disampaikan. Isi cerita untuk membina akhlak anak hendaklah tidak keluar dari ajaran Islam, tidak mengandung kemusyrikan, tahayul, mistik, kekerasan, sadisme, kebohongan atau tragedi. Pencerita bisa sambil membaca buku ceritanya ataupun tidak. Tidak harus pula cerita itu diambil dari buku tetapi bisa juga diambil dari pengalaman masa kecil pencerita terutama bila pencerita itu orang tua si anak.
c.    Metode Teladan
Muhammad bin Muhammad al-Hamid mengatakan pendidik itu besar dimata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena murid akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya[15]. keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik dan membina akhlak anak didik, kalau pendidik berakhlak baik ada kemungkinan anak didiknya juga berakhlak baik, karena murid meniru gurunya, sebaliknya jika guru berakhlak buruk ada kemungkinan anak didiknya juga berakhlak buruk.
Dengan demikian keteladanan menjadi penting dalam pendidikan akhlak, keteladanan akan menjadi metode ampuh dalam membina akhlak anak. Mengenai hebatnya keteladanan Allah mengutus Rasul untuk menjadi teladan yang paling baik, Muhammad adalah teladan tertinggi sebagai panutan dalam rangka pembinaan akhlak mulia, “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Keteladanan Muhammad saw. yang sempurna menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, dilain pihak pendidik hendaknya berusaha meneladani Muhammad saw. sebagai teladannya, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figure yang dapat dijadikan panutan. Seperti dalam firman Allah swt.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Q.S. Al-Qalam, 66:4).

d.   Metode Adat kebiasaan
Imam Ghazali mengatakan anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan dibiarkan seperti dibiarkannya binatang, ia kan celaka dan binasa. Sedangkan memeliharanya adalah dengan upaya pendidikan dan mengajari akhlak yang baik.

e.    Nasehat
Adapun metode AlQuran dalam menyajikan nasehat dan pengajaran memiliki ciri tersendiri, yakni:
a) seruan yang menyenangkan, seraya dibarengi dengan kelembutan atau upaya penolakan,
b) metode cerita disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan nasehat,
c) metode wasiat dan nasehat.

f.     Perhatian
Islam dengan keuniversalan prinsip dan peraturannya yang abadi, memerintah para orang tua dan pendidik untuk memperhatikan dan senantiasa mengikuti serta mengawasi anak-anaknya dalam segala segi kehidupan dan pendidikan yang universal.
Setiap anak membutuhkan perhatian dari orang disekitarnya tanpa terkecuali orang tua. Hal ini terbukti karena anak akan mencari cara agar dia mendapatkan perhatian tersebut.
Maksud metode perhatian ini tidak lain adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, di samping salalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani daya hasil ilmiahnya.
Banyak hal yang dapat dilakukan dengan adanya metode perhatian yang diberikan orang tua atau pendidik, diantaranya:
1.    Dalam keadaan anak makan bersama keluarga akan tertanam rasa bersatu antara keluarga dan rasa hormat kepada orang yang lebih dewasa. Rasa diperhatikan dan memiliki satu sama lainnya.
2.    Membuat anak lebih disiplin, karena orang tua akan lebih memperhatikan pengaturan waktu belajar dan bermain bagi sang anak.

g.    Hukuman
Adapun metode yang dipakai Islam dalam memberikan hukuman kepada anak adalah: lemah lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak, menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman, dan dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap dari yang paling ringan hingga yang paling keras.

E.  Strategi Pembinaan Akhlak dalam Kebersihan
a.    Pengertian
Kebersihan menurut agama islam adalah upaya manusia untuk memelihara diri dan lingkungan dari segala yang kotor dan yang keji untuk mewujudkan dan melestarikan kehidupan yang sehat dan nyaman. Kebersihan juga bersumber dari iman dan merupakan bagian dari iman.
Kebersihan menurut kamus Indonesia adalah berasal dari kata bersih yang artinya tidak kotor, bebas dari kotoran, tidak tercampur dengan benda atau sesuatu yang lain dan tidak ternoda. Sedangkan kebersihan menurut wikipedia bahasa indonesia adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk diantaranya debu, bau dan sampah.
Seringkali kita melihat murid-murid yang membuang sampah sembarangan. Beberapa kali bapak ibu guru menasehati kepada murid-murid agar membuang sampah pada tempatnya, akan tetapi apa kenyataannya murid-murid tidak mematuhinya. Tentu kita sebagai warga sekolah tidak mau melihat sampah berserakan dimana-mana. Sampah tadi juga dapat mencemari lingkungan sekolah baik di dalam kelas maupun diluar kelas selain itu juga dapat menjadikan suasana belajar kita tidak nyaman.

b.    Langkah-Langkah Pembinaan Kebersihan
Demi tercapainya lingkungan yang bersih dan nyaman, perlu sekali dilakukan tindakan yang bersifat mengajak kesadaran kita untuk menjaga kebersihan dan bersifat mengatasi masalah di atas. Tindakan-tindakan tersebut antara lain:
1.    Siswa diharapkan mempunyai kesadaran dari hati nuraninya sendiri untuk menjaga kebersihan.
2.    Setiap hari senin wajib memeriksa kebersihan sendiri seperti baju, rambut, kuku, sepatu, dll.
3.    Petugas piket harus membersihkan kelas serta lingkungan sekitar.
4.    Guru wajib menegur siswa yang membuang sampah sembarangan.
5.    Mencatat pada buku pelanggaran.
6.    Memberi sanksi tersendiri bagi siswa yang melakukan pelanggaran terutama membuang sampah sembarangan.
Dengan tindakan-tindakan tersebut diharapkan mampu menyadarkan siswa untuk menjaga kebersihan. Kebersihan berpengaruh besar tehadap kesehatan maka dari itu kebersihan perlu dijaga.
Seringkali kita menjumpai slogan-slogan yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan. Slogan-slogan tersebut mengajak kita untuk hidup bersih dan sehat, biasanya kita menjumpai slogan-slogan tersebut di berbagai tempat terutama di sekolah diantaranya “bersih pangkal sehat”, “kebersihan adalah sebagian dari iman”, “jagalah kebersihan”.
Akan tetapi slogan tersebut tidak kita pedulikan seperti hiasan belaka tanpa kita laksanakan, contohnya masih banyak siswa yang membuang sampah sembarangan, merobek-robek kertas di kelas, kalau buang air kecil tidak disiram dan menimbulkan bau yang tidak sedap, selain itu juga masih ada lagi contoh-contoh lain yang mencerminkan siswa tidak menjaga kebersihan.
Pada dasarnya kebersihan sudah terdapat dalam Al-Qur’an:
·      Surat Al-Baqarah : 222 
                                    إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang membersihan diri”.
·      Surat  At-Taubah : 108
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

Artinya: “Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri Dan Allah menyukai orang yang membersihkan diri”. 
Sosok pribadi muslim sejati adalah orang yang bisa menjadi teladan dan idola dalam arti yang positif di tengah manusia dalam hal kesucian dan kebersihan. Baik kesucian zahir maupun maupun batin. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada jamaah dari sahabatnya :
“Kalian akan mendatangi saudaramu, maka perbaguslah kedatanganmu dan perbaguslah penampilanmu. Sehingga sosokmu bisa seperti tahi lalat di tengah manusia (menjadi pemanis). Sesungguhnya Allah tidak menyukai hal yang kotor dan keji”. (HR. Ahmad)
Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa urusan kesucian itu sangat terkait dengan nilai dan derajat keimanan seseorang. Bila urusan kesucian ini bagus, maka imannya pun bagus. Dan sebaliknya, bila masalah kesucian ini tidak diperhatikan, maka kulitas imannya sangat dipertaruhkan.
الطهور شطر الإيمان
Artinya: “Kebersihan itu bagian dari Iman.” (HR. Muslim).

F.   Strategi Pembinaan Akhlak dalam Ukhuwah Al Hasanah
a.     pengertian
Ukhuwah al-hasanah artinya persaudaraan yang bagus (indah). Ukhuwah al-hasanah sebenarnya memiliki arti yang luas yang mencakup bukan hanya terhadap sesama kaum muslimin, namun juga terhadap sesama secara keseluruhan. Artinya, ukhuwah ini sebenarnya adalah semangat yang universil yang di dambakan oleh setiap insan yang menginginkan kehidupan yang damai.
Ada yang menterjemahkan Ukhuwah al-hasanah sebagai persaudaraan antara ummat Islam. Ini sebenarnya sangat sempit. Padahal yang dimaksud adalah pembinaan rasa persaudaraaan secara Islam dengan siapa saja. Jadi, istilah tersebut mengandung nilai-nilai yang bersifat lebih universil.

b.      Langkah-Langkah Pokok Untuk Menggalang Ukhuwah Al Hasanah
1.    Ta’aruf = saling mengenal
Sebelum kita menggalang rasa persaudaraan yang lebih jauh, kita harus saling kenal dulu. “Tak kenal maka tak sayang”, kata pepatah. Saling mengenal artinya kita tahu siapa dirinya dan sebaliknya. Pertemuan-pertemuan seperti pengajian, sarasehan, rapat RT/RW, berorganisasi, piknik, rekreasi, study tour, dan sebagainya merupakan kegiatan untuk lebih saling mengenal antara individu. Allah SWT bersabda:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat, 49 : 13)
·      Tafahum = saling pengertian
Setelah saling mengenal, maka dilanjutkan dengan tahapan untuk lebih saling mengerti. Saling mengerti artinya, kita tahu apa maunya dan sebaliknya dia tahu apa mau kita serta motivasi yang melatar-belakangi keinginan masing-masing. Juga berarti saling memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta peranan masing-masing dalam masyarakat. Juga berarti saling memahami dan merasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi bersama.
·      Ta’awun = tolong menolong
Setelah saling mengenal, dan memahami maka hubungan perlu ditingkatkan dalam bentuk tolong menolong untuk kebaikan dan ketaqwaan. Mengenai hal ini, Allah bertitah dalam surah Al-Maidah ayat 2:
“……Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”(QS. Al-Maidah, 5 : 2)
Artinya yang memiliki kelebihan menolong yang memiliki kekurangan. Kalau tolong menolong atau bergotong royong untuk melaksanakan kejahatan, itu jelas-jelas bukanlah termasuk ukhuwah Islamiyah. Lebih lanjut, ta’awun ini bisa dilakukan dalam 3 bentuk, yaitu mal (harta), ilmu dan quwwah (tenaga).
·      Ilmu
Bila kita memiliki ilmu, tak boleh kita simpan sendiri, namun harus dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Seorang ahli pertanian misalnya, sebaiknya menurunkan ilmunya kepada para petani, sehingga para petani menjadi semakin pandai dan kesejahteraan merekapun jadi semakin meningkat.
Ilmu, dan juga harta seperti disebut diatas, merupakan nikmat Allah yang harus kita syukuri dengan membaginya kepada orang lain. Sesungguhnya berbagi harta atau ilmu kepada orang yang memerlukan, tidak akan membuat kita menjadi miskin atau bodoh, sebagaimana janji Allah SWT berikut ini:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu  memaklumkan:”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.(QS. Ibrahim 14 : 7)
·      Quwwah tenaga
Kalau kita tidak bisa memberikan harta dan ilmu maka kita bisa menyumbangkan tenaga kita untuk kebaikan. Kaum dhuafa biasanya memiliki tenaga, sedangkan hartawan memiliki harta, sehingga keduanya bisa saling bantu, saling mengisi sehingga keduanya memperoleh mutual benefit.
·      Tadhanan = saling bertanggung jawab
Dalam menjaga kerukunan, maka semua pihak yang terlibat harus menjaga agar ucapan dan tindakannya membawa suasana yang kondusif bagi tercapainya kerukunan. Apa yang telah disepakati untuk dilakukan atau dibangun demi kerukunan itu, haruslah menjadi tanggung jawab setiap orang untuk melaksanakan dan memeliharanyanya. Bila salah satu pihak mengabaikan tanggung jawabnya, maka akan sungguh sulit untuk menciptakan kerukunan itu. Jaminan tercapainya kerukunan itu adalah dengan saling bertanggung jawab.
·      Tasaamuh = saling toleransi
Satu faktor penting ialah rasa tenggang menenggang. Dalam menciptakan kerukunan, maka ada hal-hal yang bisa di-negotiate, atau ditawar. Kita boleh fleksibel dalam hal-hal tertentu, tapi kita perlu tetap memegang prinsip dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw.
Mengenai hal toleransi ini, maka kita perlu mencontoh Nabi saw, dalam mengakomodir kepentingan ibadah kaum Nasrani sewaktu beliau menjadi pemimpin kaum muslim di Madinah. Dibawah kepemimpinan Nabi saw inilah lahir berbagai peraturan dan undang-undang yang melindungi tempat-tempat ibadah non-muslim, serta diharuskan untuk ikut menjaganya bila ada orang yang berniat merusaknya.
Kalau dengan kaum non-muslim saja Nabi menganjurkan kita untuk bertoleransi, apalagi dengan saudara se-iman, se-ichwan dan se-ichsan. Allah berfirman: 
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.(QS. Al-Mumtahanah, 60 : 8)




[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 20
[3] Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (BandungI Mizan, 2003), h. 253
[4] DR.H.Yunahar.1999.Kuliah Akhlak.Yogyakarta:Pustaka Pelajar offset.hal 2
[5] Drs.KH.Ahmad Dimyathi Badruzzaman,M.A.2004. Panduan Kuliah Agama Islam. (Bandung:Sinar Baru), hal 32
[6] Drs.KH.Ahmad Dimyathi Badruzzaman,M.A.2004.Panduan..., hal 41
[7] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 1989),h. 19
[8] Omar Muhammad al-Toumy Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet. I, h. 346
[9] M. Athiyah Al Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry L.I.S.,(Jakarta: Bulan Bintang,1970), h.108
[10] Undang-undang RI, Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), Cet. VII, h. 7
[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Strategi
[12] Abdurrahman An-Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah Wa Asalibiha fii Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ Penerjemah. Shihabuddin, (Jakart: Gema Insani Press:1996)., h.205
[13] Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), cet. ke-8, h. 86
[14] Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemah dan Penjelasan Ayat Ahkam,(Jakarta: Pena Pundi Aksara,2006., h. 272
[15] Muhammad bin Ibrahim al- Hamd, Maal Muallimin, Penerjemah, Ahmad Syaikhu, ( Jakarta: Darul Haq,2002)., h.27


1 komentar: